Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) baru saja menggelar kuliah umum bertempat di ruang meeting room Gedung Dekanat lantai 6 Kampus I Unwahas, Sampangan Semarang, Sabtu (2/11/3024).
Kuliah dengan tema “Dinamika dan Implikasi Hukum Islam dalam Putusan Mahkamah Konstitusi” ini menghadirkan pakar hukum tata negara sekaligus hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Dr. Arsul Sani, SH. M.Si., Pr.M, sebagai pembicara utama.
Lebih dari 300 peserta, termasuk mahasiswa, dosen, praktisi hukum, serta kalangan pemerhati hukum hadir baik secara virtual maupun langsung. Mereka antisias dan tertarik menggali lebih jauh tentang integrasi hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia.
Dekan Fakultas Hukum Unwahas, Dr. Mastur, S.H., M.H., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada Dr. Arsul Sani atas kontribusi ilmiahnya. Ia menekankan pentingnya kegiatan seperti ini dalam memperluas wawasan mahasiswa terhadap dinamika penerapan Hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia.
“Unwahas berkomitmen mencetak lulusan yang tidak hanya kompeten di bidang hukum, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai keadilan dan etika yang menjadi landasan bangsa kita, “Mastur.
Sementara, Rektor Unwahas Prof. Dr. Mudzakkir Ali menyampaikan bahwa saat ini lembaga yang dipimpinnya sedang menyambut akreditasi institusi. Oleh karenanya, kehadiran Dr. Arsul Sani menjadi spirit bagi institusi.
Prof Mudzakkir, sapaan akrab Rektor Unwahas, juga meminta do’a restu agar upaya asessmen lapangan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini mendapatkan hasil unggul.
Rektor juga menyampaikan, saat ini di Unwahas terdapat 10.000 mahasiswa aktif dan lebih dari 20.000-an lulusan dan penerimaan mahasiswa baru mendapatkan 3000-an mahasiswa.
Hukum Islam dan Konstitusi: Dinamis
Pada kuliah umum, Arsul Sani memberikan penjelasan komprehensif mengenai proses dan tantangan dalam menerapkan prinsip-prinsip Hukum Islam ke dalam sistem hukum nasional.
Ia memaparkan berbagai studi kasus penting terkait keputusan MK, seperti kasus hukum keluarga dan waris, perlindungan hak asasi manusia, serta kebijakan publik yang dipengaruhi nilai-nilai syariah.
Arsul menyoroti pentingnya pemahaman mendalam tentang konstitusionalisme dalam perspektif Hukum Islam. Ia menjelaskan bahwa meskipun Indonesia bukan negara berbasis syariah, nilai-nilai keagamaan, khususnya hukum Islam, seringkali menjadi dasar pertimbangan dalam kebijakan publik.
“Indonesia memiliki karakteristik unik, di mana konstitusi kita mengakomodasi keragaman dalam koridor Pancasila, termasuk nilai-nilai agama yang berperan besar dalam membentuk identitas bangsa,” ujarnya.
Lebih jauh, Arsul juga memaparkan kasus pernikahan beda agama dan hak asuh anak dalam perceraian, yang menurutnya kerap menjadi perdebatan tajam di masyarakat.
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam isu-isu tersebut mengindikasikan adanya dinamika dalam mempertimbangkan prinsip hukum Islam sambil menjaga keadilan bagi semua pihak.
Sebagai contoh, dalam kasus hak asuh anak, hukum Islam sering dijadikan landasan putusan yang diselaraskan dengan hak-hak anak dan prinsip terbaik bagi kesejahteraan anak (the best interest of the child).
Dalam sesi diskusi, Arsul Sani juga mengajak para peserta untuk mengkaji beberapa putusan MK yang relevan dengan isu-isu hukum Islam, seperti perlindungan hak perempuan dalam perkawinan dan hak waris. Ia mengungkapkan bahwa penerapan Hukum Islam di Indonesia dalam kasus-kasus ini sering kali mempertimbangkan aspek lokalitas dan keadilan sosial.
Arsul juga membahas implikasi putusan-putusan MK terhadap sistem hukum nasional dan masyarakat secara luas. Dengan semakin banyaknya kasus yang mempertimbangkan aspek hukum Islam, muncul tantangan untuk memastikan agar hukum tetap relevan dan adaptif dengan nilai-nilai masyarakat yang dinamis.
Ia menyoroti peran penting MK sebagai penjaga konstitusi yang terus menyesuaikan putusannya sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Dalam pandangannya, proses judicial review di MK dapat menjadi jembatan antara nilai-nilai hukum Islam dengan prinsip-prinsip hukum modern.
Menurutnya, prinsip syura (musyawarah) yang diadopsi hukum Islam selaras dengan asas demokrasi di Indonesia, sehingga memungkinkan adanya titik temu yang memperkuat keadilan dalam keputusan hukum.
Di akhir kuliah umum, sesi diskusi banyak mempertanyakan bagaimana MK mempertimbangkan asas-asas syariah tanpa mengabaikan hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
Sebagai informasi, kuliah umum ini adalah bagian dari komitmen Fakultas Hukum Unwahas dalam memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan hukum nasional yang adil dan manfaat.